Selasa, 19 Oktober 2010

Unsur Dalam Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.
B.      Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat kita ungkapkan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1)      Apa itu proses pendidikan ?
2)      Apa saja unsur pendidikan ?
3)      Apa saja unsur empiri dalam proses pendidikan ?
C.     Tujuan dan Manfaat Pembahasan
Dengan pembahasan ini diharapkan :
1.      Mengenal dan memahami makna proses pendidika
2.      Adanya perhatian terhadap unsur-unsur pendidikan yang secara langsung terlibat dalam proses pendidikan,
3.      Mengenal unsur empiri dalam sebuah proses pendidikan,

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pendidikan Berdasar 4 Pilar Proses Pembelajaran
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan.
Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Guna merealisir learning to know, pendidik seyogyanya tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga fasilitator. Di samping itu pendidik dituntut dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan peserta didik dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu Learning to do.
Pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan nilai. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran yaitu :
1)     learning to know ( menguasai pengetahuan)
2)     learning to do (menguasai keterampilan)
3)     learning to be (mengembangkan diri)
4)     learning to live together (hidup bermasyarakat)
Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh berkembangnya tergantung pada lingkungannya.
Dewasa ini keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang. Learning to be Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma & kaidah yang berlaku di masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya adalah proses pencapaian aktualisasi diri. Pengembangan diri secara maksimal (learning to be) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak & kondisi lingkungan nya.
Kemampuan diri yang terbentuk di sekolah secara maksimal memungkinkan anak untuk mengembangkan diri pada tingkat yang lebih tinggi. Learning to live together Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya.
Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Salah satu fungsi sekolah adalah tempat bersosialisasi, artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya "learning to live together".
Proses pembelajaran yang ideal adalah proses pembelajaran yang dikemas dengan memperhatikan adanya berbagai aspek baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotor. Apabila proses pendidikan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan adanya keseimbangan ketiga aspek tersebut maka output pendidikan akan mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan masyarakat. Sebaliknya, apabila proses pembelajaran mengabaikan aspek-aspek tersebut dan hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, jadinya akan lain. Jangan diharap output pendidikan mampu menterjemahkan serta merta mengantisipasi kemajuan dan perkembangan masyarakat yang telah berjalan demikian cepat.
Oleh sebab itu, pendidikan kita harus mampu mengemas proses pendidikan dengan baik. Dengan kata lain, proses belajar mengajar kita harus memperhatikan aspek kreativitas.
Pengembangan kreativitas para peserta didik yang dimulai sejak awal akan mampu membentuk kebiasaan cara berpikir peserta didik yang sangat bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri di kemudian hari. Kenyataan yang ada saat ini, hampir semua sistem sekolah yang ada di negeri ini kurang menyentuh dan mengembangkan aspek kreativitas. Ini terjadi akibat tuntutan kurikulum 1975 yang sangat berorientasi pada hasil belajar.
Kurikulum tersebut akhirnya diperbaiki, kemudian muncul kurikulum 1984 yang sedikit bergeser orientasinya kearah proses. Namun, praksis pendidikan telanjurt memihak pada orientasi produk. Oleh karena itu, pergeseran orientasi itu tidak semudah yang dibayangkan para pengambil kebijakan dalam sistem persekolahan kita.
Kurikulum 1994 secara filosofis sangat menaruh perhatian terhadap proses pembelajaran yang dinamis sehingga system target dan produk harus diterjemahkan secara kreatif dan kontekstual. Namun, pada kenyataannya sebagian besar guru telah merasa mapan dengan semangat kerja model kurikulum 1984, guru telanjur mekanistis dalam proses pembelajaran di sekolah, akhirnya persoalan kreativitas masih saja terabaikan tidak tersentuh.
Hal ini terjadi karena terlalu saratnya muatan yang diemban oleh kurikulum 1994. Dengan demikian hal pokok yang dikembangkan tetap aspek kognitif, sementara afektif dan psikomotor tetap terabaikan
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian. Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam—sebagai suatu system keagamaan—menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Dalam tujuan khusus tahap-tahap penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, ketrampilan atau dengan istilah lain kognitif, afektif dan psikomotor. Dari tahapan ini kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yanglebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan system evaluasi. Inilah yang kemudian disebut kurikulum, yang selanjtnya diperinci lagi kedalam silabus dari berbagai materi bimbingan.
B.     Unsur-Unsur Dalam Proses Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan beberapa unsur, yaitu:
1)      Subjek yang dibimbing (peserta didik).
2)      Orang yang membimbing (pendidik)
3)      Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4)      Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5)      Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6)      Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7)      Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
1.      Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a.       Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b.      Individu yang sedang berkembang.
c.       Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d.      Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2.      Orang Yang Membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
3.      Interaksi Antara Peserta Didik Dengan Pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
4.      Ke Arah Mana Bimbingan Ditujukan (tujuan pendidikan)
a.       Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
C.     Unsur Empiri dalam Proses Pendidikan
Empiris dalam bahasa latin adalah experientia yang berarti pengalaman. Istilah ilmu empiris berarti ilmu yang terkait dan berhubungan erat dengan pengalaman manusia. Empirisme beranggapan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, dengan jalan observasi atau penginderaan.
Pengalaman identik dengan pengetahuan inderawi. Ilmu pengetahuan empiris ialah ilmu yang terikat dengan objek tertentu yang terdapat dalam pengalaman seperti ilmu alam, sejarah dan kesusasteraan. Dalam penjelasannya, Sutari Imam Barnadib mengatakan bahwa ilmu pengetahuan empiris terdiri dari dua bentuk yaitu ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan rokhani.
Pengalaman bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan akal melainkan melibatkan akal sebagai bagian integral dari pengalaman. Ilmu empiri memandang bahwa pada hakekatnya, ilmu adalah hasil bentukan manusia atas pengalaman hidupnya.
Oleh pengalaman manusia dipandang sebagai satu-satunya unsur penyebab terbentuknya ilmu. Ilmu empiri karena terikat dan berhubungan erat dengan pengalaman inderawi manusia, maka objek kajiannya adalah realitas kenyataan yang dapat dihayati (bereksistensi). Ilmu empiri sangat tergantung pada aspek penilaian dan ukuran subjektifitas manusia sebagai pengamat. Terlebih bila dikaitkan dengan unsur keterbatasan indera manusia, ilmu empiri menjadi semakin jauh dari sifat objektifitas ilmiah.
Kumpulan-kumpulan dari teori / konsep ilmu empiri ini dalam jumlah besar menghasilkan bentuk-bentuk ilmu pengetahuan empiri yang beragam. Maka dibuatlah beberapa pengelompokkan berdasarkan karakter, sifat atau ciri khusus objek ilmu empiri yang memiliki persamaan, kemiripan atau perbedaan untuk mendefinisikan secara lebih rinci. Setelah persamaan, kemiripan atau perbedaan satu kelompok ilmu empiri dengan kelompok ilmu empiri lain didapat, kemudian dibentuk dan diciptakanlah suatu teori/konsep ilmu baru yang disebut ilmu murni.
Unsur empiri yang ada dalam proses pendidikan merupakan unsur yang erat kaitannya dengan pengalaman manusia, dimana dalam pelaksanaannya, pendidikan sangat bergantung pada sebuah proses sebagai sunnatullah.
Proses tersebut merupakan unsur pengalaman yang selalu identik dengan pengetahuan inderawi yang tentunya tidak didapat hanya dengan unsur kognitif saja, melainkan afektif dan psikomotorik juga jauh lebih penting. Sehingga kedua unsur tersebut baik afektif maupun psikomotorik merupakan unsur empirik yang selalu tampil dalam proses pendidikan. Kreatifitas dan aplikasi dari sebuah ilmu juga merupakan rangkaian proses pendidikan. Ilmu yang didapat secara teori saja tidak cukup, namun harus dilengkapi dengan pengalaman lapangan atau praktek.











BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Proses pendidikan yang berlangsung selalu melibatkan beberapa unsur pendidikan antara lain ; subjek yang dibimbing (peserta didik), orang yang membimbing (pendidik), interaksi edukatif antara keduanya, tujuan pendidikan, materi pendidikan, alat dan bahan pendidikan serta lingkungan pendidikan.
Proses tersebut akan semakin ideal pelaksanaanya apabila proses tersebut selalu memperhatikan beberapa unsur antara lain; kognitif, afektif dan psikomotorik. Tanpa ketiganya proses pendidikan mustahil akan berjalan dengan sempurna.
Dari berbagai unsur diatas, ada unsur yang berjalan langsung dengan pengalaman inderawi anak didik yang disebut dengan unsur empirik. Seperti adanya pengembangan diri, kreatifitas dan aplikasi ilmu. Yang sering kita kelompokkan dalam penilaian afektif dan psikomotorik anak, setelah mereka diberi ilmu secara kognitif (teori) saja.






DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Sutari Imam, 1993. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Andi Offset:Yogyakarta.
http://uin-suka.info/ejurnal Powered by Joomla! Generated: 1 November, 2009,15:54
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta
http://robiah.blokmalhikdua.com
http://bani-rahbini.blogspot.com
http://uin-suka.info/2ejurnal
http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar