Selasa, 19 Oktober 2010

Pendidikan Anak Tuna Grahita


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Sebelum 1959 anak-anak yang tergolong Tuna Grahita akan dimasukkan kedalam institusi yang amat membatasi perkembangan mereka. Biasanya bila mereka telah memasuki institusi tersebut anak tidak akan mengalami perkembanganperkembangan yang memuaskan. Pendidikannya pun amat terbatas sehingga kemampuannya tidak berkembang.
Setelah tahun 1959 mengenai hak asasi manusia berubah maka pandangan mengenai hak asasi anak Tuna Grahita berubah. Ini tampil dalam cara penanganan anak Tuna Grahita. Bersamaan dengan itu semenjak tahun 1959 dengan berkembangnya konsep–konsep behavioral berkembang pula teknik-teknik pengajaran yang dilandasi oleh prinsip-prinsip belajar tersebut. Khusus untuk anak Tuna Grahita berkembang pula metode Analisa Tingkah Laku, Analisa Instruksional , Analisa Tugas, dan lain sebagainya yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan tingkah lakunya.
Selain metode-metode belajar yang dikhususkan bagi anak Tuna Grahita mereka juga diperkenalkan pada kehidupan diluar institusi. Mereka juga dilatih untuk mengembangkan tingkah laku adaptif melalui metode-metode belajar yang lebih spesifik. Konsep-konsep behavior itu juga dikembangkannya model bengkel kerja yang khusus. Di Indonesia, sekolah-sekolah luar biasa C untuk anak-anak Tuna Grahita sudah didirikan semenjak tahun 1950an dan hingga kini jumlahnya semakin banyak. Seluruh sekolah luar biasa itu pengelolaannya diserahkan pada swasta. Pemerintah hanya memberikan garis–garis besar pendidikan berdasarkan pendidikan umum, tidak disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak luar biasa C. Sehingga tujuan pengembangan pendidikan untuk mengembangkan anak luar biasa C agar mengembangkan tingkah lakunya kurang jelas. Makalah ini ingin menjelaskan (1) Apa yang dimaksud dengan anak Tuna Grahita serta kemampuan-kemampuannya, (2)Bagaimana peran dukungan lingkungan pada pengembangan anak Tuna Grahita (3) Masalah penata laksanaan anak Tuna Grahita di Indonesia.
Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrom, memiliki kelainan fisik dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah. Tes IQ mungkin bisa dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil beberapa Rumusan Masalah:
1)      Apakah Definisi Anak Tunagrahita ?
2)      Bagaimanakah Peranan Lingkungan dan Permasalahan Penata Laksanaan Terhadap Anak Tuna Grahita ?
3)      Bagaimanakah Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita/Retadasi Mental ?
4)      Apakah Media Serta Asas Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi Anak Tunagrahita
Tuna Grahita adalah keterbatasan substansial dalam memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang) dan ditandai dengan terbatasnya kemampuan tingkah laku adaptif minimal di 2 area atau lebih. (tingkah laku adaptif berupa kemampuan komunikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam kehidupan rumah, ketrampilan sosial, pemanfaatan sarana umum, mengarahkan diri sendiri, area kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pengisisan waktu luang,dan kerja) Disebut Tuna Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia dibawah 18 tahun.
Anak Tuna Grahita adalah Anak yang memiliki keterbelakangan mental dari anak normal pada umumnya. Di sekitar kita banyak dijumpai anak tuna grahita atau anak terbelakang mental. Mereka biasanya menarik diri dari pergaulan karena mereka sering dihina oleh teman dan lingkungannya sebagai anak yang bodoh.
Berdasarkan klasifikasi, maka Tuna Grahita ini bisa di golongkan sebagai berikut.:
a.       Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu mereka yang masih bisa dididik pada masa dewasanya kelak, usia mental yang bisa mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun hingga usia 10 tahun 9 bulan. Dengan rentang IQ antara 55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5 tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak normal, sp ketika mereka menjadi besar. Biasanya mampu mengembangkan ketrampilan komunikasi dan mampu mengembangkan ketrampilan sosial. Kadang-kadang pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit kesulitan sensorimotor.
Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa mempelajari ketrampilanketrampilan akademik hingga kelas 6 SD pada akhir usia remaja, pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan, memerlukan pendidikan khusus.
b.      Tuna Grahita golongan moderate, masih bisa dilatih (mampu latih). Kecerdasannya terletak sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan hingga 8 tahun 2 bulan. Biasanya antara usia 1 hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara atau bisa belajar berkomunikasi, memiliki kesadaran sos ial yang buruk, perkembangan motor yang tidak terlalu baik, bisa diajari untuk merawat diri sendiri, dan bisa mengelola dirinya dengan supervivi dari orang dewasa.
c.       Tuna Grahita yang tergolong parah, atau yang sering disebut sebagai Tuna Grahita yang mampu latih tapi tergantung pada orang lain. Rentang IQ-nya terletak antara 25 hingga 39. Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun 6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya buruk, bicaranya amat minim, biasanya sulit dilatih agar bisa merawat diri sendiri (harus dibantu), seringkali tidak memiliki ketrampilan berkomunikasi.

B.     Peranan Lingkungan dan Permasalahan Penata Laksanaan Terhadap Anak Tuna Grahita
Anak Tuna Grahita memang memiliki kemampuan yang sangat terbatas, namun masih memiliki secercah harapan bahwa dia masih mungkin dilatih, dibimbing, diberi kesempatan dan didukung agar mereka mengembangkan potensi-potensinya agar mampu membantu dirinya sendiri dan memiliki harga diri yang sama seperti orang orang lainnya yang lebih beruntung. Intinya adalah agar anak bisa memfungsikan potensi potensi yang masih ada dalam dirinya terutama agar dia bisa menjalani hidup yang bermartabat. Berdasarkan asumsi ini maka ditegaskan posisi pendidikan dan posisi pengembangan anak Tuna Grahita. Gambar di bawah ini merupakan sebuah gambar yang dipinjam dari AAMR (Wicks-Nelson,1997).
Untuk menggambarkan posisi anak Tuna Grahita serta menggambarkan peran keluarga, peran para ahli dan peran masyarakat/pemerintah. Bila dirinci lebih lanjut, bisa dikatakan bahwa, walaupun anak Tuna Grahita memiliki kemampuan kecerdasan yang terbatas, mereka masih bisa dioptimalkan melalui teknik-teknik pendidikan tertentu agar bisa mengembangkan tingkah laku- tingkah laku tertentu yang diperlukan agar bisa hidup dalam sebuah masyarakat . Tingkah laku-tingkah laku apa yang bisa dikembangkan digolongkan dalam tingkah laku yang disebut sebagai tingkah laku adaptif, yaitu tingkah laku yang terkait dalam 10 area hidup.
Derajat penguasaan tingkah laku-tingkah laku tersebut juga amat ditentukan oleh derajat keparahan gangguan kecerdasannya (juga derajat gangguan-gangguan penyertanya). Hingga hari ini, telah berkembang berbagai teknik pembelajaran yang ditujukan untuk anak Tuna Grahita. Siapa yang bertanggung jawab mengembangkan tingkah laku adaptif tersebut? Seharusnya sekolah, rumah, lingkungan masyarakat dan negara, yang tujuannya selain agar anak bisa mengembangkan tingkah laku adaptif, juga seyogyanya mengembangkan anak agar bisa bekerja sesuai dengan kemampuannya. Ada 3 sisi dalam pemfungsian anak Tuna Grahita, yang harus bekerja sama, sisi pertama adalah fakta bahwa anak tuna Grahita bermasalah karena poternsi kecerdasannya kurang. Namun demikian telah berkembang konsep-konsep pengajaran yang mendukung optimasi/ pemfungsian potensi anak Tuna Grahita (Lihat Snell,Martha E,1978). Sisi yang kedua adalah Faktor lingkungan , rumah, sekolah masyarakat merupakan sebuah faktor yang bisa membantu memfungsikan potensi anak tuna Grahita. Sisi ketiga merupakan sisi yang harus dirumuskan yaitu bagaimana agar rumah, sekolah, masyarakat dan lingkungan kerja di masyarakat bisa membantu mendukung agar anak Tuna Grahita bisa memfungsikan potensi-potensinya.
Hingga saat ini telah banyak sekolah-sekolah luar biasa untuk anak Tuna Grahita (SLB). Yang belum ada adalah tujuan-tujuan Pendidikan yang lebih spesifik bagi anak-anak ini. Sementara ini pengelolaan pendidikan Luar Biasa diserahkan pada swasta. Pemerintah hanya memberi I bantuan guru negri dan sejumlah dana yang bisa digunakan untuk mengelola ruang dan beberapa kebutuhan tertentu. Sebagian besar guru Luar biasa telah mengenali teknikteknik pembelajaran yang khusus untuk diaplikasikan pada siswa Tuna Grahita di SLB-C, tetapi setelah anak Tuna Grahita bisa mengembangkan tingkah laku adaptifnya, bisa membersihkan diri sendi,r i bisa mengkomunikasikan dirinya, bisa menggunakan fasilitas-fasilitas umum yang tersedia, bisa mengisi waktu luangnya dengan bermanfaat, lalu apa lagi yang akan dilakukan oleh anak-anak ini yang semakin lama akan semakin besar. Apakah mereka tetap bersekolah di SLBC sampai tua? Apakah SLB-C merupakan semacam masyarakat tertentu yang terdiri dari sekian puluh anak yang telah menjadi dewasa dan tetap hadir dalm komunitas tersebut? Pertanyaan lain adalah apakah dukungan itu hanya berupa dukungan dari guru,  ataukah dukungan ini bisa dimobilisir oleh pihak-pihak lain seperti pengusaha, pemeritah dll sehingga anak-anak Tuna Grahita bisa membiayai diri sendiri ? Kasus-kasus pendidikan luar biasa di luar negri menunjukkan bahwa pengelolaan pengembangan anak luar biasa bukan hanya dipegang oleh sekolah, guru atau orang tua, mereka melibatkan juga masyarakat ,serta lingkungan kerja karena pemerintah mendukung dengan cara memberikan pengurangan pajak bagi pengusaha-pengusaha yang mau mendukung pengembangan anak-anak Tuna Grahita. Atas kerja sama dan dukungan dukungan tersebut, terbentuklah bengkel-bengkel kerja yang terlindung bagi anak-anak Tuna Grahita.

C.     Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita/Retadasi Mental
  1. Kelas Transisi.
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
  1. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
    Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1
  2. Pendidikan Terpadu.
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
  1. Program Sekolah di Rumah.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
  1. Pendidikan Inklusif.
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.

Panti (Griya) Rehabilitasi.
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam pati ini terbatas dala hal:
1.      Pengenalan diri
2.      Sensori motor dan persepsi
3.      Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
4.      Kemampuan berbahasa dan komunikasi
5.      Bina diri dan kemampuan sosial.

D.    Media Serta Asas Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita
Seperti dalam pembelajaran anak-anak pada umumnya, maka pembelajaran bagi  anak tunagrahita pun, media pembelajaran dan Alat Bantu pelajaran memegang peranan penting, hal ini dikarenakan anak tunagrahita kurang mampu berfikir abstrak, seperti dikemukakan oleh Astati (1988:6)
Alat Bantu pelajaran penting diperhatikan dalam mengajar anak tunagrahita. Hal ini disebabkan anak tunagrahita kurang mampu berfikir abstrak, mereka membtutuhkan hal-hal kongkrit. Agar terjadinya tanggapan tentang obyek yang dipelajari, maka dibutuhkan alat pelajaran yang memadai.
Selanjutnya diterangkan tentang karakteristik alat Bantu pelajaran untuk anak tunagrahita antara lain.
1.      Warna. Tidak terlalu menyolok
2.      Garis dan bentuk tidak boleh abstrak
Hal yang penting adalah dalam menciptakan atau memilih alat bantu atau media pembelajaran ini harus diingat tentang hal-hal yang perlu ditonjolkan atau yang akan menjadi pusat / pokok pembicaraan. Anak tunagrahita akan mengalami kesulitan apabila dihadapkan dengan obyek yang kurang jelas tanpa tekanan tertentu.
Jadi dalam memilih media pembelajaran bagi anak tunagrahita, harus benar-benar selektif dan mengarah pada hal yang abstrak, serta disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan yang ada pada masing-masing anak.     
Media pembelajaran merupakan suatu elemen penting yang tidak dapat terpisahkan dari proses pembelajaran secara keseluruhan dan dapat lebih meningkatkan kualitas belajar siswa, kualitas mengajar guru, di samping itu dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran baik di sekolah umum maupun di SLB termasuk bagi anak-anak tunagrahita.
Untuk itu sudah sewajarnya bila dalam proses pembelajaran media pembelajaran harus benar-benar direncanakan dan  digunakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru.
Asas pengajaran yang di terapkan kepada siswa Tuna Grahita adalah sebagai berikut:
  1. Asas keperagaan
Karena anak tuna grahita sangat lambat daya tangkapnya maka penggunaan alat bantu mengajar sangat bermanfaat. Manfaat penggunaan alat peraga bagi anak tuna grahita yaitu untuk menarik minat anak untuk belajar agar anak tidak cepat bosan karena anak tuna grahita cepat sekali bosan dalam menerima pelajaran, mencegah verbalisme yaitu anak hanya tahu kata-kata tanpa mengerti maksudnya anak tuna grahita sering menirukan apa yang didengar atau dikatakan oleh temannya padahal mereka tidak tahu maksud yang dikatakan tersebut, dengan alat peraga pengalaman anak akan diberikan secara baik yaitu dari yang paling kongkret menuju ke hal yang kongkret akhirnya ke hal-hal yang abstrak, anak akan mendapat pengertian yang mendalam. Untuk anak tuna grahita penggunaan alat peraga ini lebih banyak karena berguna membantu proses berpikir anak, meskipun pengertian materi-materi tersebut sangat sederhana.
  1. Asas Kehidupan Kongkret
Di dalam penerapan asas ini anak diperlihatkan dengan benda atau dengan situasi yang sesungguhnya, kemudian dijelaskan pula penggunaan atau kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu contoh anak diajak ke pasar, dikenalkan alat-alat atau kebutuhan makanan sehari-hari. Misal: panci, sendok, piring, garpu dan lain-lain beserta penggunaan atau bahan makan misal beras, sayuran, gula, dan sebagainya. Atau contoh lain anak dikenalkan alat-alat yang dipergunakan untuk membersihkan gigi, dijelaskan bagaimana cara menggunakan sekaligus diberi pengertian dengan menggosok gigi secara rutin dapat terjaga kesehatan giginya.
  1. Asam Sosialisasi
Bersosialisasi penting sekali bagi anak tuna grahita. anak tuna grahita harus belajar mewujudkan dirinya sendiri dan diharapkan anak merasa bahwa dirinya punya pribadi yang ada persamaan dan perbedaan dengan pribadi yang lain. Dengan penerapan asas ini diharapkan anak terbelakang dapat menemukan tempat tertentu dalam masyarakat yang sesuai dengan kemampuannya dan dapat mengembangkan tingkah laku yang sesuai serta dapat diterima dalam masyarakat.
  1. Asas Skala Perkembangan Mental
Mengingat bahwa anak tuna grahita mempunyai keterbelakangan dalam kemampuan berpikir, akibatnya ada anak yang mempunyai umur kalender lebih banyak, sedang umur mentalnya dibawah umur kalendernya. Oleh sebab itu dalam pengajaran diterapkan asas skala perkembangan mental. Asas ini berhubungan dengan penempatan anak di dalam kelas-kelas. Pengajaran akan berhasil apabila di dalam suatu kelas perkembangan mental anak sama atau hampir sama, sehingga memudahkan dalam memberikan materi pelajaran. Meskipun demikian dalam menyampaikan pelajaran guru harus menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak.
  1. Asas Individual
Maksud asas individual yaitu pemberian bantuan atau bimbingan kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya agar dapat belajar dengan baik. Asas ini penting sekali bagi anak tuna grahita dikarenakan kemampuannya yang terbatas sehingga menghambat perkembangan kepribadian.
Oleh karena itulah perlu pengajaran individual. Karena selain kemampuan yang terbatas, anak tuna grahita cenderung terganggu emosinya/ emosi tidak stabil dimana hal ini merupakan penghambat, maka perlu pengajaran individual guna mencari sebab dan cara mengurangi gangguan tersebut.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anak Tuna Grahita adalah Anak yang memiliki keterbelakangan mental dari anak normal pada umumnya. Di sekitar kita banyak dijumpai anak tuna grahita atau anak terbelakang mental. Mereka biasanya menarik diri dari pergaulan karena mereka sering dihina oleh teman dan lingkungannya sebagai anak yang bodoh.
Anak Tuna Grahita memang memiliki kemampuan yang sangat terbatas, namun masih memiliki secercah harapan bahwa dia masih mungkin dilatih, dibimbing, diberi kesempatan dan didukung agar mereka mengembangkan potensi-potensinya agar mampu membantu dirinya sendiri dan memiliki harga diri yang sama seperti orang orang lainnya yang lebih beruntung
Asas pengajaran yang di terapkan kepada siswa Tuna Grahita adalah sebagai berikut:
1.      Asas keperagaan
2.      Asas Kehidupan Kongkret
3.      Asam Sosialisasi
4.      Asas Skala Perkembangan Mental
5.      Asas Individual

DAFTAR PUSTAKA

Sako, Wahidin R. Hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua tunagrahita dengan sikap penerimaan orang tua terhadap anak di SDLB (C) tunagrahita YPPLB Cendrawasih Makassar. Program Studi Ilmu Keperawatan Makassar. 2006.
Hapsara. Tunagrahita di Indonesia mencapai 6,6 juta orang. 2006. http://www.antara.co.id/view/?i=1195207146&c=NAS&s= Zuhdiar. SLB di Indonesia hanya 20%.
http://news.id.finroll.com/nasioanl/110817-slb-negeri-di-indonesia-hanya-20-persen.html (Diakses tanggal 5 September 2009)
Setiadi. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
Newmark, R., Grange, L. Subjective Perceptions of Stress and Coping byMother of Children with Intellectual Disability A Need Assessment. 2009.
Sari Purnama. Anak cacat juga berhak menikmati dunia. http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=37051
Achir Yani S. Hamid. Pengalaman Keluarga dan Nilai Anak Tunagrahita.2004. http://pusdiknakes.or.id/fikui/?show=detailnew&kode=25&tbl=pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar